Rabu, 02 Juni 2010

pencemaran teluk jakarta

Rabu, 17 Juni 2009
PENCEMARAN di TELUK JAKARTA dan SARAN PENGELOLAANNYA
Kondisi pantai utara dan teluk Jakarta pada saat ini sangat kritis dan dilematis, karena seluruh kawasan pesisir telah dimanfaatkan secara sangat intensif untuk berbagai kegiatan pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan lingkungan. Strategi pembangunan pemerintah DKI tentang Teluk Jakarta tampaknya hanya mengedepankan fungsi ekonomis semata dan mengorbankan fungsi ekologis. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya perubahan, baik kualitas lingkungan dan kualitas sumberdaya yang telah terjadi puluhan tahun, beriringan dengan kegiatan pembangunan, tetapi tidak pernah diperbaiki. Perubahan ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang menigkat sangat pesatdan aktivitas ekonomi yang sangat tinggi seperti pembangunan industri, pemukiman, transportasi dan fasilitas pendukung lainnya.


Gambar 1. Salah satu sudut di Teluk Jakarta

Aktivitas ekonomi dan pertambahan penduduk menyebabkan munculnya masalah di wilayah perairan pesisir dan perairan Teluk Jakarta yang dapat dikelompokkan menjadi degradasi fisik, penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, kesenjangan sosial ekonomi, pencemaran lingkungan dan bencana alam buatan manusia. Sementara itu masyarakat masih banyak beranggapan bahwa persoalan pembuangan limbah dengan membuang ke sungai, pesisir, dan laut merupakan cara yang praktis, murah dan efisien. Anggapan ini memang tidak seluruhnya salah oleh karena alam mempunyai kemampuan untuk mengelola limbah sampai batas tertentu namun jika batas kemampuan ini terlampaui maka fungsi ekologis akan menurun dengan cepat dan degradasi lingkungan tidak dapat dihindari lagi.

Status Kondisi Perairan Teluk Jakarta
1.Terumbu karang
Kondisi terumbu karang di Teluk Jakarta pada saat ini boleh dikatakan telah mengalami kematian secara total. Perkembangan kondisi terumbu karang di Teluk Jakarta dapat ditelusuri kembali sejak tahun 1928 dimana kondisi pada saat itu dapat dikatakan “thriving reefs” atau terumbu karang tumbuh dan berkembang sangat bagus (Umbrgrove, 1982). Pada tahun 1939 Umbgrove kembali mengamati kondisi terumbu karang di Teluk Jakarta dan menyatakan bahwa terumbu karang di Pulau Nyamuk besar masih dalam kondisi bagus, dengan rataan terumbu masih ditutupi dan didominasi oleh Montipora digitata dan M.folisa, dan pada waktu itu masih ditemukan 96 jenis karang. Pada tahun 1931 Vervey mencatat beberapa bagian pantai di Teluk Jakarta mengalami abrasi yang cukup kuat karena adanya penggalian karang sebanyak 8.500m3 untuk membangun jalan dan untuk bahan bangunan di Jakarta (Pardjman,1997). Sejak tahun 1940 hingga tahun 1970 tidak ada informasi tentang kondisi terumbu karang, kecuali data secara kualitatif yang mengatakan bahwa kondisi terumbu karang di Pulau Nyamuk, Pulau Bidadari, masih dalm kondisi cukup bagus. Pada waktu itu masih dapat ditemukan berbagai jenis ikan hias. Pada tahun 1985 LIPI bekerjasama dengan UNESCO melakukan pengamatan kondisi terumbu karang di Teluk Jakarta. Hasil dari pengamatan menunjukkan bahwa terumbu karang di Pulau Ayer Besar tinggal sekitar 15% dan Pulau Bidadari, Pulau Kelor, Pulau Nyamuk Besar dan Pulau Onrust di bawah 5% dan Pulau yang lainnya kurang dari 5%, bahkan Pulau Bidadari tinggal 2% (De Vantier et al.,1998).

2. Eutrofikasi
Evaluasi dari tahun 1970 hingga kini menunjukkan bahwa di Teluk Jakarta makin sering terjadi eutrofikasi dari tahun-tahun sebelumnya. Tingginya kandungan nutrient di Teluk Jakarta telah diidentifikasi sebagai penyebab meningkatnya produktivitas primer. Peningkatan nutrient dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi plankton.
Warna air yang hijau dan keruh menandakan terjadinya ledakan fitoplankton, ledakan ini tidak hanya menyebar semakin jauh namun juga makin sering terjadi. Hasil pengamatan diberbagai tempat menunjkkan bahwa pengayaan 0,10mikro meter fosfat di atas konsentrasi normal sudah cukup untuk menyebabkan terjadinya ledakan populasi plankton.
Eutrofikasi telah dikenal sebagai penyebab utama penyebab utama kerusakan karang yang tumbuh di daerah pesisir yang dekat dengan pusa-pusat pertumbuhan ekonomi. Pengayaan fosfat dan nitrat menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan zooplankton yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya kekeruhan air lalut sehingga mengurangi penetrasi cahaya matahari, menyebabkan munculnya berbagai penyakit karang. Pengayaan fosfat dan nitrat juga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya turf algae dan filamentus algae secara tak terkendali yang akhirnya akan menutupi koloni karang.
Eutrofikasi menjadi masalah yang serius bila diikuti ledakan fitoplankton penghasil racun. Fitoplankton toksik menimbulkan permasalahan kesehatan manusia dan perikanan. Gangguan kesehatan terhadap manusia dapat berupa PSP (Paralytic Shellfish Poisioning) dan CFP(Ciguareta Fishfood Poisioning). Keracunan yang diakibatkan oleh fitoplankton ini biasanya terjadi karena tanpa sadar orang memakan ikan atau kerang yang telah mengakumulasi toksin yang berasal dari ledakan fitoplankton penghasil toksin. Akibat keracunan ini dapat berupa gatal-gatal, kelumpuhan, muntah, diare, sesak nafas, dan kasus yang berat dapat menimbulkan kematian. Di sampingt toksin yang berbahaya bagi manusia, ledakan fitoplankton dari jenis Trichodesmium thiebautii dapat menyebabkan kematian masal pada ikan atau biota laut lainnya.
Teluk Jakarta berpotensi mengalami ledakan populasi fitoplankton beracun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 jenis fitoplankton beracun yangt ada di Indonesia 17 jenis ditemukan di Teluk Jakarta (Praseno,1997). Kematian masal ikan dan udang di Teluk Jakarta dan di Tambak Muara Kamal pernah terjadi pada tahun 1993 yang disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton beracun.
3.Logam Berat
Logam berat telah lama mencemari di Teluk Jakarta. Kandungan logam berat di teluk tersebut, baik di dasar perairan, kolom air dan di biota bentik telah melampaui ambang batas baku mutu lingkungan. Logam berat ini berasal dari industri tekstil, cat, percetakan, minyak, logam, gelas, elektronik, baterei, kendaraan bermotor, plastik, penyamakan kulit, ban dan industri karet serta masih banyak lagi. Jenis logam berat yang dihasilkan pada umumnya adalah Cr, Cd, Ni, Hg, Zn, Cu dan As. Kandungan logam berat di Teluk Jakarta dari tahun ke tahun selalu meningkat. Logam berat yang terakumulasi di dalam biota laut yang bersifat bentik seperti kerang-kerangan bila dikonsumsi oleh manusia dapat mengakibatkan keracunan yang akut atau kronis. Sebagai contoh cadmium (Cd) terhadapmanusia diantaranya meningkatkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal dan kerusakan sel darah merah. Gejala akut keracunan Pb adalah gangguan ginjal, sistem saraf dan otak, system reproduksi dan hati. Hg dapat menimbulkan apa yang dikenal sebagai penyakit Minamata.
4. Sampah Padat
Di Teluk Jakarta, sampah padat yang berasal dari buangan rumah tangga dan industri dibawa ke laut melalui sungai. Di beberapa muara sungai sebenarnya sudah dibuat penyaring untuk menyaring sampah padat namun alat-alat tersebut sebagian besar tidak berfungsi dengan baik. Akhirnya banyak sampah yang lepas begitu saja ke laut dan karena terbawa arus sampah-sampah tersebut akhirnya terdampar di pulau-pulau di Teluk Jakarta. Jenis sampah padat biasanya didominasi oleh tas plastik, stereoform dan sampah organik. Sampah yang ada bisa mengindikasikan perubahan pola hidup masyarakat Jakarta.

Gambar 2. Pencemaran oleh sampah padat di perairan Teluk Jakarta

5. Daerah Aliran sungai
Daerah Ibu kota Jakarta dengan luas sekitar 650 km3 dengan garis pantai sepanjang sekitar 85 km yang diukur dari Tanjung Kait dibagian barat sampai Tanjung Karawang di sebelah timur, mengelilingi Teluk Jakarta. Sifat daerah aliran sungai (DAS) Jakarta sempit dengan aliran sungai pendek, dataran banjir yang luas. Pengelolaan DAS mutlak menjadi sangat penting dalam pengurangan limbah yang masuk ke wilayah pesisir. Segala upaya yang dilakukan di daerah pesisir tidak akan ada artinya jika di hulu tidak ditanganindengan baik. Penduduk di daerah hilir masih menganggap bahwa sungai merupakan tempat pembuangan sampah terpanjang di dunia, sedangkan penduduk kota dan wilayah pesisir menganggap laut sebagai temapat sampah terbesar di dunia.
Pengelolaan daerah aliran sungai menjadi lebih rumit oleh karena daerah pelimpah banjir yang seharusnya tidak boleh dibangun telah berubah menjadi perumahan, bahkan disemua bantaran sungai dibangun rumah kumuh dan semuanya melakukan aktivitas MCK dan buang sampah langsung ke sungai. Industri yang berada di sepanjang aliran sungai masih banyak yang membuang limbah cairnya langsung ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Di daerah hulu, limbah didominasi oleh limbah pertanian, di bagian hilir didominasi limbah kota dan industri, dan di daerah pesisir beban limbah pelabuhan dan industri menjadi sangat dominan. Semua limbah tersebut dibawa ke laut melalui sungai dan semuanya terakumulasi di Teluk Jakarta.
6. Sedimentasi
Kota Jakarta tumbuh dan berkembang di atas dataran alluvium yang terdiri dari endapan sedimen kwarter. Sedimen alluvial ini diendapkan di atas batu-batuan sediment tersier yang terlipat dari jalur Bogor dan tersusun dari skwensi endapan darat dan laut berselingan. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Jakarta saat ini telah mencapai luas lebih dari 650 km2 dan ini lebih luas dari Teluk Jakarta yang luasnya sekitar 500 km2. Teluk Jakarta mempunyai dasar yang landai yang sebagian besar terdiri dari Lumpur, Lumpur pasiran, serta pasir lumpuran. Material yang diendapkan di Teluk Jakarta ini berasal dari 19 sungai yang mencurahkan airnya ke Teluk Jakarta. Material yang berupa rombakan batuan sedimen dan remah-remah gunung diendapkan dai muara-muara sungai. Verstapen pada tahun 1953 memperkirakan banyaknya Lumpur yang diangkut Sungai Cisadane, Ciliwung, dan Citarum mencapai 4-7 juta meter kubik per tahun. Pada satu musim penghujan di saat banjir, Sungai Citarum dapat mengangkut lebih dari 100.000 ton Lumpur. Tidak mengherankan jika Teluk Jakarta telah mengalami pendangkalan yang relatif cepat yaitu 1,5 m dalam kurun waktu 30 tahun (vide Pardjaman,1977). Pertambahan penduduk dan pembangunan ekonomi menuntut untuk membangun infrastruktur dan fasilitas seperti perumahan, hotel, industri, jalan, tempat rekreasi dan sebagainya. Perubahan lahan untuk membangun fasilitas-fasilitas tersebut menyebabkan terjadi erosi, sedimentasi dan pencucian nutrien yang akhirnya sampai di laut. Sedimen merupakan hasil proses alam yang merupakan hasil dari erosi di daratan dan dibawa ke laut melalui sungai. Sedimentasi dapat juga berasal dari pengadukan kembali dari sedimen yang tadinya telah diendapkan di daerah panatai atau dasar laut. Sedimen yang samapai di laut akan menyebabkan kerusakan karang melalui penutupan secara langsung dan mengurangi kemampuan karang untuk bereproduksi hingga 86% dan menghalangi proses perkembangan serta penempelan larva hingga mencapai 50%.
7. Akresi dan Abrasi
Adanya pasokan sediment yang besar dari daratan menyebabkan sebagian besar panati Teluk Jakarta mengalami akresi. Di pihak lain, adanya pola arus tertentu yang selalu bergerak sepanjang tahun menyebabkan beberapa bagian Pantai Jakarta meangalami abrasi. Pantai yang mengalami akresi atau abrasi dari barat sampai ke timur adalah pantai dekat muara Cisadane timur mengalami akresi, Tanjung Pasir sampai muara pecah barat mengalami abrasi. Muara Kamal, Muara Angke sampai Pasar Ikan mengalami akresi, Sunda Kelapa, Pantai Ancol, sampai Cilincing mengalami abrasi, Marunda, Muara Gembong hingga Tanjung Karawan mengalami akresi.
Abrasi dan Akresi di Teluk Jakarta tidak hanya dipicu oleh alam tetapi juga disebabkan oleh eksploitasi langsung baik yang berupa penambangan batu karang maupun pasir.

PERMASALAHAN DALAM MENGELOLA TELUK JAKARTA
Teluk Jakarta dari tahun ke tahun mengalami pencemaran lingkungan yang semakin berat baik secara fisik maupun secara ekologis. Proses degradasi lingkungan yang terjadi semakin memburuk. Sebenarnya pemerintah di tingkat Nasional telah melakukan berbagai program namun tidak efektif, seperti Program Nasional PROKASIH (Program Kali Bersih), Program Pantai Lestari, Program Panati Bersih dan Indah, Program Bandar Indah dan Program Taman Lestari dan lain sebagainya. Program-program tersebut sudah pernah dilaksanakan namun hasilnya seolah-olah hilang begitu saja tanpa meninggalkan bekas. Air sungai tetap saja berwarna hitam di musim kemarau dan menjadi coklat pekat di musim penghujan; air laut tepi pantai hitam atau hijau pekat; dan pantai dipenuhi sampah.
Program-program yang dilakukan pemerintah daerahpun judga seolah-olah sia-sia tak ada dampaknya.
Permasalahan yang dihadapi PEMDA DKI demikian kompleks dan besar sehingga program apapu tampaknya susah untuk dapat berhasil. Berikut beberapa permasalahan yang cukup menonjol:
1. Adanya 19 daerah aliran sungai yang umumnya berhulu di Bogor dan Tangerang yang memuntahkan aliran airnya ke Teluk Jakarta. Aliran sungai-sungai tersebut membawa berbagai limbah rumah tangga, industri, pertanian, dan sediment. Di daerah aliran sungai terutama di bantaran dan daerah pelimpah banjir selalu penuh dengan rumah kumuh. Hilangnya fungsi daerah pelimpah banjir dan tersumbatnya aliran sungai oleh bangunan rumah menyebabkan terhalangnya aliran sungai yang menyebabkan Jakarta selalu banjir di musim penghujan.
2. Telah terlamapuinya daya dukung perairan Teluk Jakarta sebagai penampung dan pengealola limbah. Secara alami perairan laut mempunyai daya asimilasi dan daya pulih yang besar dalam mengelola limbah, namun yang terjadi di Teluk Jakarta daya tampung dan daya asimilasi telah terlampaui besarnya limbah yang masuk.
3. Penambangan karang dan pasir hingga saat ini masih terus berlanjut untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan, reklamasi dan konstruksi jalan. Kemiskinan struktural dan ekonomi menjadi salah satu factor yang berdampak negative terhadap lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan sehai-hari penduduk merusak lingkungan hidupnya, seperti perusakan hutan mangrove, pemakaian bahan peledak dan sianida untuk menangkap ikan, pengambilan batu karang, dan membuang samaph ke sungai.
4. Sistem hukum dan penegakan peraturan tidak pernah dijalankan dengan baik.
5. Sosialisasi suatu program tidak berjalan secara terus-menerus dan terkesan hanya sebagai kegiatan yang sifatnya temporal dan tidak ada kegiatan yang berkesinambungan.
6. Masih sedikitnya sumberdaya manusia yang mampu menangani masalah perkotaan baik dari aspek sosial, budaya, dan ekonomi serta aspek fisik.

PENDEKATAN PENGELOLAAN TELUK JAKARTA
Untuk mengatasi permasalahan pencemaran di Teluk Jakarta yang perlu dilakukan adalah mengurangi bahan pencemar yang masuk dan memperbesar daya dukung lingkungan sehingga perairan Teluk Jakarta bisa menjalankan fungsinya sebagai pengolah limbah secara maksimal. Banyak sekali solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran yang masuk ke Teluk Jakarta, asalkan dikerjakan secara berkesinambungan. Masalah limbah bukanlah tanggung jawab pemerintah saja tetapi merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dengan masyarakat.
Hal terpenting untuk mengurangi limbah adalah dengan memperbaiki pengelolaan 19 daerah aliran sungai, penataan ruang wilayah pesisir Teluk Jakarta. Pengembangan instrumen peraturan dan ekonomi, pengembangan program kesadaran masyarakat yang berkesinambungan dan pemanfaatan sumberdaya sesuai dengan potensi lestarinya.
Pengelolaan DAS sebagai pembawa sumber bahan pencemar mutlak diperlukan. Mengembalikan fungsi sungai,menata kembali daerah pelimpah banjir, dan menghilangkan atau membersihkan rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Penanganan limbah dalam suatu institusi yang diberi kewenangan penuh. Buruknya penanganan sampah di DKI Jakarta juga menjadi salah satu sebab mengapa permasalahan sampah di Teluk Jakarta tidak pernah selesai dari tahun ke tahun. Selama ini penanganan limbah terkesan terpecah-pecah, ada tiga pembagian penanganan sampah di DKI Jakarta. Sampah yang berasal dari taman-taman ditangani oleh Dinas Pertamanan, sampah di pemukiman oleh Dinas Kebersihan dan sampah di sungai atau perairan menjadi tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum. Tumpang tindih tugas inilah yang ditenggarai sebagai sebab lolosnya sampah-sampah tersebut ke Teluk Jakarta. Segala upaya pengelolaan kawasan pesisir tidak akan ada artinya jika penanganan limbah di hilir dan sepanjang daerah aliran sungai tidak dikelola dengan baik.
Penataan keruangan kawasan pesisir sebaiknya mengacu pada penataan ruang sesuai dengan peruntukannya dan mempunyai jangka waktu antara 25-30 tahun untuk memberikan kepastian berusaha dan memberikan keamanan dalam pengelolaannya. Penataan ruang sesuai dengan peruntukannya hendaknya merujuk pada zona pemanfaatan, zona preservasi dan zona konservasi. Zona pemanfaatan ditata dan diperuntukkan segenap kegiatan kepelabuhan, kawasan industri, perikanan tangkap, kawasan pemukiman dan kawasan bisnis. Penempatan kegiatan pembangunan hendaknya disesuaikan dengan keadaan biofisik lingkungan yang ada sehingga tercapai keserasian, kesesuaian lahan dan dampak dari kegiatan pembangunan dapat dimonitor dan dikendalikan Keberadaan zona preservasi dan konservasi diperlukan agar fungsi ekologis perairan Teluk Jakarta sebagai pengelola limbah alami dapat dipertahankan.
Pengembangan instrumen peraturan harus dirancang agar dapat berjalan secara efektif untuk mengendalikan perilaku manusia. Peraturan disesuaikan dan tergantung pada isu dan kondisi setempat. Peraturan bersifat membatasi perilaku manusia, tidak akan dapat memuaskan semua masyarakat, sebagian kecil masyarakat harus rela berkorban untuk keuntungan yang lebih besar. Peraturan sebaiknya mencakup denda atau sanksi atas terjadinya pelanggaran, pembatasan kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat merusak lingkungan., kewenangan yang jelas yang diberikan pada instansi tertentu untuk melaksanakan peraturan, pengendalian dan pengawasan terhadap perilaku penduduk. Peraturan sebaiknya disertai dengan pemberian insentif untuk mengubah perilaku masyarakat yang telah sesuai dengan keinginan pemerintah. Insentif secara finansial harus disesuaikan dengan kemampuan daerah untuk membayar., insentif harus bisa mengubah perilaku pencemar, perusak dan harus dapat mengembalikan biaya yang diakibatkan dari kegiatan tersebut.
Program kesadaran masyarakat yang berkesinambungan selama ini kurang berjalan dengan baik karena adanya kemacetan komunikasi antara pengambil keputusan dan masyarakat. Akibatnya kebutuhan dasar masyarakat tidak terpenuhi. Pendekatan pengelolaan lingkungan yang selama ini yidak responsif terhadap masyarakat perlu diubah yaitu dikembalikan pada falsafah dasar bahwa pengelolaan lingkungan pesisir adalah pengelolaan aktivitas manusia yang berdiam di sekitarnya. Masyarakat sebagai penghasil sampah harus disadarkan bahwa masalah limbah adalah menjadi tanggung jawab bersama. Penekanan terhadap kepentingan masyarakat melalui konsultasi dan komunikasi yang intensif serta pelibatan masyarakat dalam mengembangkan alternatif jalan keluar dalam upaya penyelesaian masalah yang berkembang diusahakan sampai selesai secara layak dan adil. Keterlibatan masyarakat harus dilaksanakan dengan baik agar ada titik temu yang berimbang antara pandangan masyarakat pad umumnya dan intervensi yang ingin dilakukan pemerintah. Dengan demikian masyarakat merasa bahwa buah pikirannya diakui dan dipertimbangkan sehingga rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dalam mengelola lingkungan akan tumbuh.
Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat selama ini tidak berjalan secara adil yang berakibat pada perusakan lingkungan bertambah parah. Keterbatasan pengetahuan dan adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar dan persaingan sesama masyarakat miskin yang jumlahnya semakin meningkat menyebabkan mereka mengeksploitasi semua sumberdaya yang ada tanpa memikirkan kelestariannya. Untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan absolut maka perlu dilakukan peningkatan kemampuan masyarakat pesisir melalui pendidikan dan latihan, baik dalam keterampilan maupun bidang usaha. Menciptakan peluang berusaha bagi masyarakat pantai baik oleh pemerintah maupun swasta.

KESIMPULAN
Kerusakan lingkungan perairan Teluk Jakarta baik secara fisik, biologis dan ekologis terus berlanjut tanpa bisa dicegah. Pengelolaan yang tidak menyeluruh dan program penanggulangan yang tidak berkelanjutan menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan perairan Teluk Jakarta. Program penyadaran untuk masyarakat secara terus-menerus, penataan wilayah hulu dan pesisir, peningkatan komunikasi antara pemangku peran di seluruh tingkatan, pengembangan dan penegakkan peraturan secara tegas dan adil serta pemanfaatan sumberdaya alam laut yang lestari merupakan kunci untuk dapat mengurangi kerusakan lingkungan di Teluk Jakarta.


Sumber :
http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/industri/060720_penctlkjkt_cu/
Budi setiawan, wahyu. 2005. Interaksi Daratan dan Lautan. LIPI Press: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

bagamaina pendapat anda