Rabu, 11 November 2009

PENGARUH BAHASA ASING TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

Sejak masuk sekolah dasar bahkan taman kanak-kanak, anak sudah dituntut untuk menguasai bahasa, baik bahasa daerah ataupun bahasa Indonesia, semuanya dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar. Betapa berat beban mereka, apabila kemudian masih ditambah dengan pembelajaran bahasa Inggris. Kenyataan itu di samping akan menimbulkan beban psikologis, tidak tertutup kemungkinan laju perkembangan bahasa mereka akan terhambat atau merusak sistem-sistem bahasa yang terlebih dahulu anak kuasai (Intisari, 1999). Hanya sedikit anak yang memiliki kemampuan menggunakan dua bahasa. Sebagian besar lebih pandai menggunakan bahasa yang satu dibandingkan bahasa yang lainnya. Pada waktu anak diharapkan untuk mempelajari dua bahasa secara serentak, mereka harus mempelajari dua kata yang berbeda untuk setiap obyek yang mereka sebutkan dan untuk setiap pikiran yang ingin mereka ungkapkan. Selain itu mereka harus mempelajari bagaimana mengucapkan huruf yang sama atau kombinasi huruf yang sama secara berbeda. Tuntutan ini sangat membingungkan bagi anak yang belum mempelajari salah satu bahasa dengan cukup baik sehingga sulit bagi anak untuk melakukannya (Hurlock, 1978).
Tuntutan yang terus berjalan selama anak berada dimasa kritis ini tentu akan mengganggu anak dalam memperoleh bahasa. Hal ini disebabkan karena adanya asumsi bahwa anak yang berada di masa kritis masih belum sempurna dalam menuranikan bahasa pertamanya, maka pembelajaran bahasa kedua sebelum anak menuranikan bahasa pertamanya ini dapat menghambat proses belajar bahasa pertamanya. Tetapi beberapa pakar bahasa justru mendukung pandangan "semakin dini anak belajar bahasa, semakin mudah anak menguasai bahasa itu". Karena adanya masa emas anak dimana daya pikir (otak) anak sebelum pubertas lebih plastis dan lentur sehingga tidak akan mengalami kesulitan dalam menguasai bahasa selain bahasa Ibunya (bahasa pertama).
Dengan demikian maka peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan penguasaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama antara anak yang tidak memperoleh pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dan anak yang memperoleh pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua. Apabila memang ada perbedaan yang signifikan apakah benar penguasaan bahasa Indonesia anak yang tidak memperoleh pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang memperoleh pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan non experimental Sample yang sesuai dengan kriteria diambil dengan teknik non-probability sampling. Jenis teknik non-probability sampling yang digunakan adalah puposive sampling. Sample penelitian ini terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok anak Sekolah Dasar yang tidak memperoleh pembelajaran bahasa Inggris dan anak Sekolah Dasar yang memperoleh pembelajaran bahasa Inggris di sekolahnya. Anak - anak yang diambil adalah anak murid sekolah dasar kelas II yang berusia antara 7 - 9 tahun.
Instrumen penelitian ini adalah tes bahasa Indonesia yang disusun oleh peneliti sendiri. Alat tes ini berupa tes hasil belajar (achievement test) yang dibuat dengan mengacu kepada kurikulum atau silabus pelajaran bahasa Indonesia kelas I dan II tahun 1993. Alat tes terdiri dari lima jenis tes, yaitu tes Pemahaman Bacaan, tes Menyusun Kata, tes Dikte, tes Melengkapi Kalimat dan tes Mengarang.
Berdasarkan uji perbedaan (t-test) dengan menggunakan rumus t-test, diperoleh hasil uji analisis t-test, kecuali tes Dikte, Ho diterima dan Ha ditolak. Melihat hal tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa tidak ada perbedaan penguasaan bahasa Indonesia yang akan dihasilkan dari pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua pada anak Sekolah Dasar kelas II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

bagamaina pendapat anda